Oleh: Arhamuddin Ali

Apresiasi dan perlindungan karya-karya musik tradisi nusantara wajib dilakukan oleh setiap warga negara bangsa Indonesia. Penyataan ini bukannya tanpa alasan, sebab musik tradisi merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.

Maka dari itu, melindungi, memanfaatkan, mengembangkan dan melakukan pembinaan musik tradisi merupakan langkah nyata dalam menjaga warisan budaya leluhur bangsa Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam hal mengapresiasi dan melindungi karya musik tradisi adalah dengan memberikan pengakuan terhadap penciptanya, baik itu sifatnya komunal maupun perseorangan.

Di samping itu pula, perlu membudayakan pemberian apresiasi berupa penghargaan terhadap karya-karya yang dimainkan di ruang-ruang publik. Seperti misalnya memberikan hak ekonomi atas karya yang dimainkan.

Pemberian penghargaan ekonomi berupa royalti atas karya musik tradisi yang dipentaskan dan diperdengarkan rekamannya dalam sebuah forum seminar dilakukan oleh Tim Kerja Apresiasi dan Literasi Musik, Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Ditjend Kebudayaan, Kemendikbudristek dalam kegiatan Diskusi Penguatan dan Pengembangan Ekosistem Musik Tradisi Bangka Belitung.

Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa 27 Agustus 2024 di Hotel Soll Marina, Bangka. Pada acara ini, ada dua karya musik tradisi yang dipentaskan, yaitu Daek Ngasoh ciptaan Wandasona Alhamd dan Abusama Keroncongan yang syairnya diciptakan oleh Wandasona Alhamd dan diaransemen oleh kelompok musik Resam. Selain itu, ada tujuh rekaman karya yang diputarkan, antara lain Urang Laot (Cipt. Puta Gonk), Urang Rantau Bantura (Cipt. Dodi Pranata), Kolaborasi Musik Rudat dan Dambus (Arr. Kusyadi Bkwan), In Spirit, in realilty (Cipt. Sunarya), Besariy di Kebun (Arr. Dambus Mekar Serumpun Kp Dul), Antu Berayun (Cipt. Sispurwanto), dan Senandung Saot (Cipt. Fitra Aridona).

Royalti atas karya-karya tersebut dibayarkan ke LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) yang kemudian akan didistribusikan kepada Lembaga LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) Berbasis Musik Tradisi Nusantara. Royalti tersebut selanjutnya akan didistribusikan kepada masing-masing pencipta, dan para pemain dan produser rekaman karya yang diputarkan dalam kegiatan tersebut.

Ada dua jenis royalti yang dibayarkan, yaitu royalti atas karya yang dipentaskan dan royalti atas rekaman karya yang diperdengarkan. Royalti ini disebut performing royalty, yaitu imbalan ekonomi atas karya yang dipentaskan dan diperdengarkan di ruang publik.

Pemberian royalti atas karya musik tradisi nusantara ataupun karya musik berbasis musik tradisi nusantara yang dipentaskan atau diputar di ruang publik, baik itu dalam sebuah forum seminar, bazar ataupun dalam kegiatan festival merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Hal ini telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pasal 23 ayat 5, bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif. Di samping itu, hal ini juga merupakan upaya menjalankan amanat UU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.

Tentunya,diperlukan upaya bersama dalam mendorong untuk membiasakan melaksanakan kewajiban membayar royalti atas karya-karya musik tradisi yang dipentaskan dan diperdengarkan di ruang publik. Harapannya, kesadaran membayarkan royalti karya musik tradisi dapat dimulai dari jajaran pemerintahan, baik itu dari tingkat Kementrian, Dinas Provinsi hingga Dinas Kabupaten/Kota yang terkait dengan permasalahan kebudayaan.

Upaya pembayaran royalti atas karya musik tradisi yang dilakukan oleh Tim Kerja Apresiasi dan Literasi Musik, Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Ditjend Kebudayaan, Kemendikbudristek dalam kegiatannya di Bangka, dapat dijadikan percontohan kepada instansi-instansi pemerintah dan pihak lainnya dalam mengapresiasi dan melindungi karya-karya musik tradisi bangsa Indonesia.