Home / Politik / DPRD BABEL Mandul Kebijakan Akibat Onani Politik

DPRD BABEL Mandul Kebijakan Akibat Onani Politik

IMG 20250903 WA0025

Oleh : Gilang Virginawan (Pelaku Usaha Jasa Pertambangan)

“Onani Politik”, istilah ini kami gunakan untuk menggambarkan perilaku politik dari DPRD BABEL yang tidak produktif dan tindakan yang tidak memiliki dampak nyata atau tidak membawa perubahan positif bagi masyarakat.

Beberapa contoh perilaku “Onani Politik” yang dilakukan oleh DPRD BABEL.
1. Membuat pernyataan politik yang provokatif dan tanpa tindakan nyata.
2. Melakukan manuver politik untuk kepentingan pribadi atau kelompok
3. Mengabaikan kepentingan masyarakat luas demi kepentingan pribadi atau kelompok

Pernyataan kami diatas tentu didasarkan pada history dari apa yang dipertontonkan Para anggota DPRD BABEL yang diketuai oleh Didit Srigusjaya. Seringkali beberapa anggota DPRD BABEL berstatmen yang provokatif dan terkesan ngaur serta jauh dari hal yang bersifat informatif dan edukatif. Mestinya anggota DPRD BABEL hadir ditengah-tengah masyarakat untuk memberikan edukasi sebagai bentuk tanggung jawab moral, diluar dari fungsi konstitusional nya sebagai anggota legislatif (pengawasan, penganggaran dan legislasi)

Dua pekan terakhir di setiap pelosok desa, warung kopi, ruang-ruang diskusi dan organisasi tidak luput dari perbincangan tentang ancaman nyata terhadap kondisi perekonomian BABEL, khususnya pada wilayah industri pertambangan.

Lucunya, lagi-lagi DPRD BABEL menari diatas panggung penderitaan rakyat yang sebetulnya adalah wujud dari kegagalan mereka sendiri karena “Mandul Kebijakan”.
Bertindak bag pahlawan, ingin hadir untuk melahirkan solusi ditengah rintihan rakyat penambang.

Masyarakat jangan tertipu dan mudah percaya, DPRD BABEL hanya lah kumpulan orang-orang yang ingin memperkaya diri untuk melanggengkan kekuasaan. Terlalu naif jika DPRD BABEL hari ini ingin membantu penambang yang tidak memiliki legalitas.

Pasalnya wilayah yang sudah jelas legalitas nya saja masih dihalang-halangi untuk beroperasi tanpa alasan yang jelas. Narasi yang dimunculkan cenderung subjektif, tidak ada pendekatan aspek hukum dan ilmiah.

IUP PT Timah DU 1584 (Laut Berigak) misalnya, beberapa kali rencana kegiatan itu justru selalu diminta untuk dibatalkan oleh DPRD BABEL dengan berbagai leluconnya, Padahal secara aspek legalitas semua terpenuhi dan rencana kegiatannya melibatkan masyarakat penambang secara langsung, bukan korporasi.

Perda BABEL No. 03 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan wilayah laut Berigak sebagai zona pertambangan. Masyarakat jangan lupa, Perda ini ditetapkan oleh DPRD BABEL sendiri, yang sekarang diwacanakan ingin di revisi dan dikeluarkan dari zona pertambangan. Terlihat main-main memang, itu lah kenapa disebut “Onani Politik”

Perlu Contoh lainnya lagi DPRD BABEL “Mandul Kebijakan”?

Kementerian ESDM Telah menetapkan 123 WPR di Provinsi Bangka Belitung, Seluas 8.568,35 Hektar pada tahun 2024. Berikutnya Kementrian ESDM menerbitkam Kepmen No. 174.K/MB .01/MEM.B/2024
Tentang pedoman penyelenggaraan Izin Pertambangan Rakyat. Lalu dimana peran DPRD BABEL untuk menindak lanjuti kebijakan ini.

Harusnya, penetapan WPR dan Kepmen tentang pedoman penyelenggaraan IPR menjadi angin segar dan solusi nyata untuk masyarakat Bangka Belitung. Sayangnya negeri serumpun sebagai ini rakyatnya di wakili oleh para pelaku “Onani Politik”.

Sudah saatnya para pelaku tambang rakyat bersatu, hadir keruang publik untuk menyampaikan dengan lantang. Bahwa profesi sebagai penambang adalah profesi yang legal secara hukum dan mencari nafkah secara halal. Buktikan kita tidak selalu antagonis, Kita penambang adalah penopang ekonomi Bangka Belitung dan Indonesia, serta penopang pengembangan teknologi dunia.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *